Pemekaran wilayah di Tanah Papua membuka babak baru dalam lanskap pembangunan dan investasi properti nasional. Dengan terbentuknya empat provinsi baru—Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Pegunungan, dan Papua Barat Daya—peta kebutuhan infrastruktur, hunian, serta fasilitas penunjang ekonomi berubah secara signifikan.
Setiap provinsi baru tidak hanya membutuhkan bangunan fisik seperti kantor pemerintahan dan rumah dinas ASN, tetapi juga memerlukan sistem ekonomi lokal yang didukung oleh investasi sektor properti.
Menurut data Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pusat Statistik (BPS), alokasi anggaran untuk daerah otonomi baru (DOB) di Papua berkisar Rp 700 miliar hingga Rp 1 triliun per provinsi per tahun, yang diarahkan untuk membangun kapasitas pemerintahan dan infrastruktur dasar.
Kondisi ini menciptakan “captive market” bagi pengembang properti—khususnya pada segmen residensial, perkantoran, dan komersial—serta membuka peluang baru di wilayah yang sebelumnya minim aktivitas ekonomi formal.
Efek Pemekaran Wilayah dan Transformasi Ekonomi Papua
Pemekaran wilayah merupakan katalis utama yang mendorong pertumbuhan pasar properti di Papua. Setiap provinsi baru membutuhkan infrastruktur pemerintahan, perumahan aparatur, dan fasilitas pendukung ekonomi yang menciptakan efek berantai terhadap permintaan lahan dan bangunan.
Menurut Kabarpapua.co dan Paraparatv.id, pembentukan provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan secara langsung memicu kebutuhan pembangunan kantor pemerintahan, perumahan ASN, serta fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, dan pusat logistik daerah. Migrasi ASN dari wilayah lama ke pusat pemerintahan baru juga menimbulkan permintaan hunian sewa dan rumah tapak sederhana di lokasi strategis.
Selain itu, dengan alokasi anggaran mencapai Rp 1 triliun per provinsi, pemekaran wilayah meningkatkan sirkulasi ekonomi lokal dan menciptakan ruang bagi tumbuhnya pasar properti komersial seperti ritel, hotel, dan ruang usaha kecil. Jayapura sebagai kota terbesar di wilayah timur juga berpotensi menjadi hub logistik antarprovinsi, memperluas permintaan untuk gudang dan area perdagangan.
Jayapura: Pusat Transit dan Katalis Properti Komersial
Jayapura kini menempati posisi penting sebagai pusat pertumbuhan ekonomi Papua. Berdasarkan laporan Kabarpapua.co, realisasi investasi Kota Jayapura hingga Oktober 2024 telah mencapai 70% dari target Rp 8 triliun, didominasi oleh sektor ritel, pariwisata, dan kuliner.
Kondisi ini menunjukkan tingginya minat investor terhadap sektor konsumsi dan perdagangan, yang menjadi basis bagi pengembangan properti komersial.
Pemerintah Kota Jayapura bahkan menyiapkan enam proyek strategis senilai Rp 17,6 triliun pada tahun 2025 (data: Paraparatv.id), mencakup sektor konstruksi, perumahan, serta kawasan bisnis terpadu.
Kegiatan ini secara langsung meningkatkan kebutuhan akan properti pendukung seperti hunian pekerja, perkantoran, dan akomodasi sementara.
Dari sisi pendapatan daerah, Bapenda Jayapura mencatat target PAD 2025 sebesar Rp 290 miliar, menandakan peningkatan aktivitas ekonomi formal yang memperkuat ekosistem investasi.
Sementara itu, menurut Jubi Papua, masuknya investasi swasta seperti pembangunan ritel besar (misalnya Informa dan franchise nasional lainnya) menjadi sinyal positif bahwa Jayapura semakin layak sebagai kota bisnis dan properti modern di kawasan timur Indonesia.
Papua Barat: Pusat Green Investment dan Properti Berkelanjutan
Wilayah Papua Barat, khususnya Manokwari dan Sorong, menampilkan arah pembangunan yang berbeda—lebih berfokus pada investasi berkelanjutan. Kementerian Investasi/BKPM menetapkan target investasi Papua Barat sebesar Rp 14,52 triliun pada 2025, naik 11,39% dari realisasi 2024 (sumber: ANTARA News Papua Tengah).
Deklarasi Papua Barat sebagai provinsi berkelanjutan (sustainable province) menjadikan kawasan ini pusat bagi green investment, termasuk di sektor properti.
Peluang utama muncul pada pengembangan perumahan ramah lingkungan, hotel ekowisata, dan kawasan residensial terpadu yang mengedepankan konservasi energi serta tata ruang hijau.
Penerapan sistem perizinan OSS-RBA (Online Single Submission Risk-Based Approach) semakin mempercepat proses legalisasi proyek, mengurangi hambatan birokrasi, dan membuka ruang investasi baru.
Dengan dukungan regulasi dan arah pembangunan berwawasan lingkungan, Manokwari dan Sorong berpotensi menjadi contoh pengembangan properti berkelanjutan di kawasan timur.
Pasar Residensial: Antara Hunian ASN dan Segmen Premium
Berdasarkan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) nasional triwulan IV-2024, penjualan rumah tipe kecil-menengah cenderung menurun, sedangkan segmen properti besar/premium justru meningkat. Pola ini juga tercermin di Papua.
Di daerah-daerah pemekaran seperti Papua Tengah dan Papua Pegunungan, permintaan utama datang dari rumah tapak sederhana dan bersubsidi untuk ASN serta pekerja proyek. Namun di Jayapura dan Manokwari, permintaan beralih ke segmen hunian premium dan properti dengan konsep mixed-use yang menawarkan keamanan, kenyamanan, dan aksesibilitas lebih tinggi.
Dengan bertambahnya jumlah ASN, tenaga ahli, dan investor yang bermukim di Papua, peluang bagi pengembang lokal maupun nasional terbuka lebar untuk mengembangkan produk properti dua lapis—satu untuk pasar fungsional pemerintahan, dan satu lagi untuk pasar komersial modern.
Kesimpulan, Papua dalam Gelombang Pertumbuhan Properti Baru
Merujuk berbagai data dan proyeksi, Papua berada di jalur transformasi ekonomi berbasis pemekaran dan infrastruktur. Tiga arus utama yang membentuk peluang properti di wilayah ini adalah:
- Properti Institusional di DOB (Papua Selatan, Tengah, Pegunungan) – fokus pada perumahan ASN, kantor pemerintahan, dan fasilitas umum;
- Properti Komersial dan Vertikal di Jayapura – hotel, ritel, dan apartemen servis yang menopang posisi Jayapura sebagai hub regional;
- Properti Berkelanjutan di Papua Barat (Manokwari, Sorong) – investasi properti hijau sejalan dengan komitmen green investment nasional.
Secara strategis, investor disarankan menyesuaikan orientasi proyek dengan karakteristik wilayah: pemerintahan dan pelayanan publik di DOB, urban growth di Jayapura, serta konservasi dan pariwisata hijau di Papua Barat.
Dengan dukungan kebijakan desentralisasi dan belanja publik yang tinggi, Papua dapat menjadi frontier baru bagi pertumbuhan sektor properti Indonesia Timur dalam periode 2025–2030.